Sunday, January 1, 2023

JOKOWI TUNJUK LAKSAMANA TNI YUDO MARGONO MENJADI PANGLIMA TNI SUDAH SANGAT TEPAT



JAKARTA- Sektor kemaritiman masih harus menjadi salah satu fokus pemerintah pada 2023 mendatang. Beberapa catatan pun disampaikan pengamat pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa MMar, terkait itu. 

Dia menilai sektor kemaritiman dalam kurun waktu pemerintahan Presiden Joko Widodo selama dua periode, di tahun 2022 ini memberi "kado istimewa" dengan dipilihnya Laksamana Yudo Margono sebagai Panglima TNI.

"Dengan terpilihnya Laksamana Yudo Margono menjadi Panglima TNI, menjadi angin segar bagi sektor maritim. Dan, boleh jadi pilihan Presiden Jokowi juga memenuhi harapan dari para penggiat maritim. Saya menyatakan langkah Presiden Jokowi memilih Laksamana Yudo Margono sebagai Panglima TNI sudah tepat," kata Capt. Hakeng di Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Dikatakan Capt Hakeng lebih lanjut, dengan latar belakang Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dari TNI Angkatan Laut diharapkan mampu membawa TNI menjaga wilayah Indonesia yang terdiri dari 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari  Miangas hingga Rote.

Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi (km2). Dimana 5.80 km2 adalah lautan atau 67 persen wilayah Indonesia adalah perairan, 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan.

Dia berharap, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono beserta jajaran TNI dapat ikut mewujudkan Indonesia  Poros Maritim Dunia seperti yang dicita-citakan Presiden Jokowi.

Dia berharap pula Panglima TNI dapat ikut mendukung Kebijakan Kelautan Indonesia yang  terdiri atas tujuh pilar, yaitu pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia, pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut, tata kelola dan kelembagaan laut, ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan, pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut, budaya bahari, dan diplomasi maritime.

Apalagi, menurut Capt Hakeng, persoalan kedaulatan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang berada di perairan Natuna yang kaya akan sumber daya perikanan kerapkali menjadi incaran kapal-kapal ikan asing seperti dari China dan Vietnam.

Ditambah lagi persoalan pemberian konsesi ZEE ke Vietnam yang tak kunjung menemui kesepakatan perlu mendapat pengawalan baik dari masyarakat maritim, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun TNI AL.

"Eskalasi di wilayah perairan Natuna akan terjadi mengingat potensi perikanan tangkap cukup besar. Karena itu perlu pengawasan dari pemerintah Indonesia untuk memberi perlindungan kepada nelayan Indonesia," ujar Capt Hakeng.

Dia mengingatkan pula bahwa saat ini telah terjadi peralihan aktivitas dan perhatian dunia dari wilayah Mediterania dan Atlantik ke kawasan Indopasifik.

Peralihan tersebut, menurut dia, tentu saja mengakibatkan wilayah maritim Indonesia kembali menjadi perlintasan strategis.

Samudra Hindia menjadi perlintasan strategis dan Indonesia yang sangat dekat. Karena itu Indonesia harus sadar dengan posisinya secara geopolitik dan geostrategis.

“Di sini sangat dibutuhkan kekuatan matra TNI AL dengan dukungan dari matra TNI lainnya," tutur dia.

Dia menyebut, luasnya wilayah maritim Indonesia memang belum sepenuhnya dapat tertangani secara optimal, begitu juga dengan hasil perikanan tangkap yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Hal itu terjadi karena masih adanya keterbatasan sumber daya manusia Indonesia yang memberikan perhatian kepada dunia maritim.

Sebenarnya, menurut Capt Hakeng, Indonesia bisa mewujudkan diri menjadi poros maritim dunia melalui ekonomi biru dari sumber daya protein ikan lautnya.

Indonesia mempunyai sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), antara lain perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan, perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau, perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.

“Kesebelas WPPNRI tersebut memiliki sumber daya ikan tangkap yang jenisnya berbeda-beda," kata Sekjend Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim (Forkami) ini.

Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia fokus kembali ke maritim. Dirinya mengusulkan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tidak berlebihan bila memposisikan laut menjadi pusat pemecahan dari berbagai persoalan bangsa Indonesia seperti pengentasan kemiskinan, penurunan angka pengangguran hingga pada persoalan kelaparan.

0 comments:

Post a Comment