SERANG, BANTEN- Biaya hidup di Jawa Tengah diklaim sebagai salah satu yang termurah di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, Jawa Tengah menempati urutan keempat provinsi dengan biaya hidup paling rendah di Indonesia.
Pada 2019, pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa di Jawa Tengah sekitar Rp825.060, sementara warga di perkotaan sebesar Rp1.081.327. Jika dihitung secara rata-rata, maka pengeluaran penduduk pedesaan dan perkotaan di Jawa Tengah sebesar Rp956.403 per bulan.
Komponen biaya hidup di suatu daerah dinilai dari beberapa indikator, mulai dari tempat tinggal, tagihan utilitas, makan dan minum, transportasi, komunikasi, asuransi kesehatan, belanja bulanan, hiburan serta rekreasi, dan dana darurat.
Tinggi rendahnya biaya hidup akan berpengaruh pada kualitas pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang tentunya memengaruhi kesejahteraan penduduk.
Dalam hal ini, Kota Solo di Jawa Tengah menjadi salah satu kota dengan biaya hidup yang lebih murah dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah seperti Semarang, Jogja, Surabaya, Bandung, dan Jakarta.
Menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, BRM Bambang Irawan, ada beberapa faktor yang menyebabkan biaya hidup di Kota Bengawan relatif murah atau terjangkau.
Salah satunya adalah pendapatan per kapita per bulan yang lebih rendah di Kota Solo dibandingkan dengan kota-kota lain. Selain itu, segmentasi ekonomi yang dipilih juga memengaruhi besaran biaya hidup masyarakat di Kota Solo.
Berdasarkan data UMK Provinsi Jawa Tengah Tahun 2023 yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, UMK Kota Semarang menjadi yang tertinggi dari 34 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Pada tahun 2023, Kota Semarang mengalami kenaikan UMK sebesar Rp3.060.348 dibandingkan dengan UMK sebelumnya di tahun 2022 yakni Rp2.835.021,29. Namun, 34 daerah lainnya masih berada pada angka rata-rata Rp2.020.304,71.
Meskipun biaya hidup di Jawa Tengah tergolong murah, namun masih terdapat perbedaan biaya hidup antara kota dengan desa.
Hal ini terlihat dari pengeluaran per kapita penduduk desa yang lebih rendah dibandingkan dengan penduduk perkotaan di Jawa Tengah.
Oleh karena itu, UMP Jawa Tengah yang disesuaikan dengan biaya kebutuhan hidup diharapkan dapat membantu meringankan beban hidup masyarakat khususnya di daerah-daerah yang pendapatan per kapitanya rendah.
0 comments:
Post a Comment